ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA SALATIGA
Oktaviana
Dwi Saputri
Drs. Hj.
Tri Wahyu Rejekiningsih, M.Si
ABSTRACT
The
purpose of this research was to analyzed the recruitment of the workers in
Salatiga Town. Independent variables that used in this research are wages (UMK)
and labour productivity. While the dependent variable is the recruitment of the
workers.
Some data
that were required in this research included data of potential wokers in
Salatiga Town, data of labour productivity and also UMK of Salatiga which
received from BPS of Central Java, Disnakertrans of Salatiga Town and SPN of
Salatiga Town. The data were analyzed by using multiple regression to analyze
the influence of independent variables to dependent variable.
The
result of the research showed that wages and labour productivity had the same
influence to the recruitment of the workers in Salatiga Town. Partially, wages
had positive and significant influence to the recruitment of the workers in
Salatiga Town. In other hand, labour
productivity had negative and significant influence to the recruitment of the
workers in Salatiga Town. The influence of wages and labour productivity to the
recruitment of the workers had precentage is
95.16%. While 4.84% were explained by other factor.
Key words: workers, wages, labour productivity, Salatiga
1
A.
PENDAHULUAN
Pembangunan
merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan
institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Perluasan penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan
penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan
tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan
mengakibatkan pemborosan sumber daya dan potensi angkatan kerja yang ada,
meningkatnya beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong
terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan ekonomi
dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa di Jawa
Tengah persentase pencari kerja tertinggi pada tahun 2008 terletak di empat
kota, yaitu Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Semarang dan Kota Salatiga. Kota
Salatiga menempati urutan ke-empat setelah Kota Semarang, yaitu dengan
persentase pencari kerja sebesar 11,3% terhadap jumlah keseluruhan angkatan
kerja. Selain itu, tingkat pengangguran di Kota Salatiga lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kota-kota satelit lain yang juga berada disekitar Kota
Semarang seperti Demak hanya sebesar 6,6%, Jepara sebesar 5,8%, Kendal sebesar
6,4% dan Batang sebesar 8,8%.
Selama tahun 2000-2008, rata-rata tingkat pencari
kerja terhadap jumlah keseluruhan angkatan kerja di Kota Salatiga masih relatif
tinggi yaitu sebesar 11,6%. Rata-rata tingkat pencari kerja sebesar 11,6% masih
jauh di atas tingkat pencari kerja normal yang sebesar 4% (Arfida, 2003). Dalam
bahasan ini, pencari kerja identik dengan orang yang belum bekerja atau dapat
disebut pengangguran.
2
Tabel 1
Penduduk
berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota dan kegiatan selama Seminggu
yang Lalu di Jawa Tengah Tahun 2008 (Jiwa)

Angkatan Kerja
|
||||||||
Kabupaten
|
Bekerja
|
Mencari
|
||||||
Pekerjaan
|
Sub
Jumlah
|
|||||||
Jiwa
|
%
|
Jiwa
|
%
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|||
1
|
Kab.
Cilacap
|
667.795
|
89,8
|
75.495
|
10,2
|
743.290
|
||
2
|
Kab.
Banyumas
|
658.221
|
92,0
|
57.620
|
8,0
|
715.841
|
||
3
|
Kab.
Purbalingga
|
381.458
|
92,9
|
29.058
|
7,1
|
410.516
|
||
4
|
Kab.
Banjarnegara
|
435.466
|
95,1
|
22.464
|
4,9
|
457.930
|
||
5
|
Kab.
Kebumen
|
541.525
|
93,9
|
35.304
|
6,1
|
576.829
|
||
6
|
Kab. Purworejo
|
340.338
|
95,7
|
15.364
|
4,3
|
355.702
|
||
7
|
Kab.
Wonosobo
|
366.045
|
94,5
|
21.290
|
5,5
|
387.335
|
||
8
|
Kab.
Magelang
|
592.811
|
94,9
|
31.602
|
5,1
|
624.413
|
||
9
|
Kab.
Boyolali
|
505.189
|
94,1
|
31.656
|
5,9
|
536.845
|
||
10
|
Kab.
Klaten
|
568.190
|
92,7
|
44.454
|
7,3
|
612.644
|
||
11
|
Kab.
Sukoharjo
|
411.496
|
91,9
|
36.379
|
8,1
|
447.875
|
||
12
|
Kab.
Wonogiri
|
525.547
|
94,3
|
31.945
|
5,7
|
557.492
|
||
13
|
Kab.
Karanganyar
|
425.444
|
94,3
|
25.700
|
5,7
|
451.144
|
||
14
|
Kab.
Sragen
|
449.446
|
94,4
|
26.870
|
5,6
|
476.316
|
||
15
|
Kab.
Grobogan
|
662.039
|
93,8
|
43.657
|
6,2
|
705.696
|
||
16
|
Kab.
Blora
|
432.057
|
94,3
|
26.166
|
5,7
|
458.223
|
||
17
|
Kab.
Rembang
|
280.904
|
94,1
|
17.571
|
5,9
|
298.475
|
||
18
|
Kab.
Pati
|
571.512
|
90,6
|
59.012
|
9,4
|
630.524
|
||
19
|
Kab.
Kudus
|
415.136
|
93,8
|
27.205
|
6,2
|
442.341
|
||
20
|
Kab.
Jepara
|
498.129
|
94,2
|
30.426
|
5,8
|
528.555
|
||
21
|
Kab.
Demak
|
500.484
|
93,4
|
35.569
|
6,6
|
536.053
|
||
22
|
Kab. Semarang
|
473.928
|
92,6
|
37.842
|
7,4
|
511.770
|
||
23
|
Kab.
Temanggung
|
367.563
|
95,1
|
18.941
|
4,9
|
386.504
|
||
24
|
Kab.
Kendal
|
482.124
|
93,6
|
32.929
|
6,4
|
515.053
|
||
25
|
Kab.
Batang
|
328.391
|
91,2
|
31.574
|
8,8
|
359.965
|
||
26
|
Kab.
Pekalongan
|
393.764
|
92,6
|
31.380
|
7,4
|
425.144
|
||
27
|
Kab.
Pemalang
|
546.418
|
90,0
|
60.483
|
10,0
|
606.901
|
||
28
|
Kab.
Tegal
|
608.179
|
90,4
|
64.281
|
9,6
|
672.460
|
||
29
|
Kab.
Brebes
|
759.391
|
92,1
|
65.357
|
7,9
|
824.748
|
||
30
|
Kota
Magelang
|
54.554
|
87,7
|
7.639
|
12,3
|
62.193
|
||
31
|
Kota
Surakarta
|
251.101
|
90,4
|
26.574
|
9,6
|
277.675
|
||
32
|
Kota
Salatiga
|
77.273
|
88,7
|
9.816
|
11,3
|
87.089
|
||
3
|
Tabel 1 (Lanjutan)

33
|
Kota
Semarang
|
658.729
|
88,5
|
85.710
|
11,5
|
744.439
|
34
|
Kota
Pekalongan
|
127.853
|
90,2
|
13.818
|
9,8
|
141.671
|
35
|
Kota
Tegal
|
105.158
|
86,7
|
16.157
|
13,3
|
121.315
|
Jumlah
|
15.463.658
|
1.227.308
|
16.690.966
|
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS
Kondisi yang ideal dari
pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan tenaga kerja adalah ketika pertumbuhan
ekonomi mampu menambah penggunaan tenaga kerja secara lebih besar. Pertumbuhan
ekonomi daerah yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru ternyata
belum dapat terealisasi secara optimal. Kondisi ini terjadi pada penyerapan
tenaga kerja di Kota Salatiga tahun 2003 dan tahun 2006. Pada tahun 2003,
perekonomian tumbuh sebesar 3,94% ternyata diikuti dengan penurunan jumlah
pekerja sebesar 1,6%. Kemudian pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi sebesar
4,17% diikuti dengan penurunan jumlah pekerja sebesar 1,3%.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga dan untuk
merumuskan kebijakan yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja di Kota
Salatiga.
B.
TELAAH
TEORI
1. Tenaga kerja
Menurut Simanjuntak (1998),
tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang
mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga
walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu
dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan
terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas
tersebut.
4
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur
didalam batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja
yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu
memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan bekerja serta
golongan menganggur dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk
dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah,
golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima
pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok ini sewaktu-waktu dapat menawarkan
jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan
sebagai angkatan kerja potensial (potensial
labor force).
2. Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan
kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja.
Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian.
Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga
kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai
permintaan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).
3. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar
tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki
untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu. secara umum permintaan tenaga
kerja dipengaruhi oleh:
·
Perubahan tingkat upah.
Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi
perusahaan dengan mengurangi produksinya. Turunnya target produksi
mengakibatkan bekurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga
kerja karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale effect. Dalam jangka panjang
kenaikkan upah akan direspon
5
perusahaan dengan penyesuaian terhadap input yang
digunakan. Perusahaan akan menggunakan teknologi padat modal untuk proses
produksinya dan menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti
mesin dan lain-lain. Kondisi ini terjadi bila tingkat upah naik dengan asumsi
harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan penggunaan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan
mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja atau substitution effect (capital
intensive).
·
Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen.
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan
meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk
maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
·
Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya
produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut
turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena
permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja
meningkat pula.
a. Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek
Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek
mengkondisikan perusahaan menerima harga jual produk dan tingkat upah yang
diberikan. Dalam mengkombinasikan penggunaan modal dan tenaga kerja untuk
menghasilkan output, perusahaan tidak mampu merubah kuantitas modal yang akan
digunakan dan hanya bisa menambah penggunaan tenaga kerja untuk meningkatkan
output.
Dalam memperkirakan berapa tenaga kerja yang perlu
ditambah, perusahaan akan melihat tambahan hasil marginal atau marginal physical product dari
penambahan seorang karyawan tersebut. Selain itu, perusahaan akan menghitung
jumlah uang yang akan diperoleh dengan adanya tambahan hasil marginal. Jumlah
uang ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal
revenueI (VMPPL), yaitu nilai dari MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harga per unit (P) (Simanjuntak, 1998).
6
D = MPPL x P Tenaga Kerja
|
Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan
dengan memperkerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan
dinamakan biaya marginal atau marginal
cost (MC). Bila tambahan penerimaan marginal (MR) lebih besar dari biaya
mempekerjakan orang yang menghasilkan (W), maka mempekerjakan tambahan orang
tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka
menambah keuntungan, pengusaha senantiasa akan terus menambah jumlah karyawan
selama MR lebih besar dari W.
Gambar 1
Fungsi
Permintaan terhadap Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek
Upah
![]() |
VMPPL
|
|
W1
|
D
|
|
W
|
E = Keuntungan maksimum
|
|
W2
|
0
A N B Sumber: Bellante, 1990
Fungsi permintaan pada Gambar 1 dapat berbeda untuk
setiap perusahaan, tergantung dari tingkat produktivitas masing-masing faktor
dan efisiensi di tiap-tiap perusahaan. Garis DD menggambarkan besarnya nilai
hasil marginal pekerja (VMMPL) untuk setiap tenaga kerja. Bila jumlah pekerja yang dipekerjakan
sebanyak 0A = 100 orang, maka VMPPL-nya sama dengan MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh
sebab itu, laba perusahaan akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru.
Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang
hingga 0N. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan VMPPL sama dengan upah yang dibayarkan
kepada tenaga kerja. Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari 0N (misal
0B) akan mengurangi keuntungan pengusahaan. Perusahaan akan membayar upah dalam
tingkat yang berlaku (W). Padahal VMPPL yang diperoleh hanya sebesar W2 yang lebih kecil dari W. Jadi pengusaha cenderung untuk
7
menghindari penambahan jumlah pekerja lebih besar dari 0N. Penambahan
pekerja lebih besar dari 0N dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang
bersangkutan dapat membayar upah di bawah (W) atau perusahaan mampu menaikkan
harga jual barang.
b. Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang
Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang
memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk melakukan penyesuaian dalam
penggunaan tenaga kerja dengan mengadakan perubahan terhadap input lainnya.
Dalam hal ini perusahaan dapat memilih berbagai bentuk kombinasi modal dan
tenaga kerja dalam menghasilkan output yang mengandung biaya paling rendah.
Kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan
biaya paling rendah ditunjukkan oleh Gambar 2. Diasumsikan anggaran pengeluaran
perusahaan adalah $60, harga sewa satu unit modal adalah $10 per hari dan
tingkat upah adalah $20 per hari kerja. Apabila seluruh jumlah uang digunakan
untuk tenaga kerja, maka perusahaan dapat membeli tiga unit tenaga kerja. Jika
seluruh jumlah uang digunakan untuk modal, maka enam unit modal dapat dibeli.
Dimisalkan perusahaan akan menghasilkan 19 ton batu
bara, maka output sebesar itu dapat dihasilkan dengan satu unit tenaga kerja
yang dikombinasikan dengan empat unit modal. Perusahaan juga dapat
mengkombinasikan dua unit tenaga kerja dengan tiga unit modal untuk
mengahasilkan output sebesar 19 ton.
Perusahaan akan menemukan satu kombinasi modal dan
tenaga kerja yang paling rendah biayanya, yaitu kombinasi yang diberikan oleh
garis isokos atau budget line yang
menyinggung isokuan sebesar 19 ton. Kombinasi yang paling rendah biayanya dalam Gambar 2 adalah kombinasi C, terdiri dari
satu unit tenaga kerja dan empat unit modal dengan biaya keseluruhan $60.
Output sebesar 19 ton dapat dihasilkan oleh kombinasi yang diberikan pada
setiap titik pada isokuan (misal titik D dan E), akan tetapi kedua kombinasi
ini memerlukan biaya $70, sehingga ini bukanlah merupakan kombinasi yang
memberikan biaya minimum. Dengan demikian perusahaan akan memilih kombinasi
yang optimal antara penggunaan modal dengan tenaga kerja dengan biaya terendah
sesuai dengan budget line yang
dimiliki.
8
Gambar 2
Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal dalam Jangka
Panjang

Sumber:
Bellante, 1990
4. Pasar Tenaga Kerja
Menurut Simanjuntak (1998), pasar
kerja adalah seluruh aktivitas dan pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari
kerja dan lowongan kerja. Pasar tenaga kerja dibutuhkan karena dalam
kenyataannya terdapat banyak perbedaan-perbedaan di kalangan pencari kerja dan
di antara lowongan kerja.
Gambar 3
Berbagai Kondisi dalam Pasar Tenaga Kerja
W
|
W
|
Excess supply
|
W
|
||||
SL
|
SL
|
||||||
of labor
|
SL
|
||||||
W1
|
|||||||
We
|
E
|
||||||
W2
|
|||||||
DL
|
DL
|
DL
|
|||||
0
|
Ne
|
N 0
|
N1
|
N2
|
N0
|
N3
|
N
|
N4
|
|||||||
Excess
demand
|
|||||||
of labor
|
|||||||
(a)
|
(b)
|
(c)
|
|||||
Sumber:
Kusumosuwidho, 1981
|
|||||||
9
|

Pada Gambar 3.a terlihat bahwa jumlah orang yang
menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga yang
diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Disini tidak ada excess demand of labor maupun excess supply of labor.
Pada Gambar 3.b terlihat adanya excess supply of labor.
Pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang
menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada orang yang
menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.
Pada Gambar 3.c terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat
upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dibandingkan penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan
dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4 orang.
5. Teori Upah Minimum
Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara
minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah
minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan
persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan
serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi
standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan
rendah (Tjiptoherijanto, 1990).
Gambar 4 menunjukkan pengaruh upah minimum dalam
pasar persaingan sempurna. Upah yang terjadi akibat permintaan dan penawaran
tenaga kerja adalah sebesar W0 dengan jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L0. Apabila ditetapkan upah minimum
sebesar W1 yang berada di atas upah keseimbangan awal W0, maka akan menyebabkan semakin
banyaknya penduduk yang masuk ke pasar tenaga kerja sebesar L2, padahal jumlah pekerja yang
diminta hanya sebesar L1 sehingga terjadi excess suply of
labor sebesar L2-L1. Pekerja yang tidak
10
memperoleh pekerjaan akan mencari pekerjaan lain dengan menerima upah
dibawah W0.
Gambar 4
Pengaruh Upah Minimum dalam Pasar Persaingan
Sempurna
Upah
|
S
|
|||
W1
|
a
|
b
|
||
E
|
||||
W0
|
||||
D
|
||||
0
|
L1
|
L0
|
L2
|
Jumlah Tenaga Kerja
|

Sumber:
Tjiptoherijanto, 1990
Pengaruh peraturan upah minimum akan serupa dengan
pengajuan upah minimum oleh serikat pekerja baik di pasar persaingan sempurna
maupun pasar monopsonistik. Di pasar tenaga kerja monopsonistik, penetapan upah
minimum akan meningkatkan upah dan penyerapan tenaga kerja. Situasi ini serupa
dengan situasi yang timbul ketika serikat pekerja menghadapi pengusaha
monopsonistik.
Gambar 5
Pengaruh Upah Minimum dalam Pasar Monopsonistis
Upah
|
MC
|
S
|
|
W2
|
E2
|
x
|
|
W0
|
E0
|
||
W1
|
E1
|
||
D
|
|||
0
|
L1 L2 L0 L3
|
Jumlah Tenaga Kerja
|

Sumber:
Kertonogoro, 2001
11
Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa posisi
keseimbangan perusahaan monopsoni sebelum serikat pekerja masuk pasar adalah
titik E1 dengan tingkat upah sebesar W1 dan kuantitas tenaga kerja sebesar L1. Ketika serikat pekerja masuk dan menetapkan upah sebesar W0, maka penyerapan tenaga kerja
akan naik hingga mencapai L0 sehingga tidak menciptakan pengangguran. Jika upah dinaikkan lagi oleh
serikat pekerja sebesar W2, maka kuanttas tenaga kerja turun dibawah tingkat persainganmenjadi L2 dan timbul pengangguran sebesar
L2-L3. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jika upah minimum naik diatas
upah persaingan, maka penyerapan tenaga kerja akan turun. Jika upah minimum
ditetapkan pada tingkat upah persaingan, maka upah minimum dapat melindungi
pekerja terhadap kekuasaan monopsoni perusahaan, sehingga menaikkan penyerapan
tenaga kerja (Kertonogoro, 2001).
6. Hubungan Antar Variabel
Upah
dibayarkan oleh perusahaan kepada
pekerja berdasarkan tambahan
output sehubungan dengan
penambahan seorang karyawan atau disebut VMPPL
(Value Marginal Physical of Labor).
Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut (Simanjuntak, 1998):
VMPPL = P x MPPL = Upah
Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan
penyerapan tenaga kerja. Menurut Simanjuntak (1998), upah dipandang sebagai
beban oleh perusahaan karena semakin besar tingkat upah akan semakin kecil
proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Oleh karena itu, kenaikkan
tingkat upah direspon oleh perusahaan dengan menurunkan jumlah tenaga kerja.
Produktivitas tenaga kerja menurut Mulyadi (2006)
dan Kertonegoro (2001), digambarkan dari rasio PDRB (output) terhadap jumlah
tenaga kerja yang digunakan. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja dapat
diproksi dari persamaan APPL (Average Physical Product of
Labor) sebagai berikut:
APPL = TPL/L = Q/L = Produktivitas tenaga kerja dimana:
TPL = Total
produksi oleh tenaga kerja
12
Q = Output
L = Tenaga
kerja
Menurut Mulyadi (2006), tingkat produktivitas
tenaga kerja digambarkan dari rasio PDRB terhadap jumlah tenaga kerja yang
digunakan. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, maka akan semakin rendah
penyerapan tenaga kerja yang tercipta. Sebaliknya, semakin rendah produktivitas
tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat.
C. METODE
PENELITIAN
1. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan
dalam dua kelompok yaitu variabel dependen dan variabel independen. Adapun
variabel dependen dalam penelitian ini yaitu: penyerapan tenaga kerja (Y).
Sedangkan variabel independennya adalah upah (X1) dan produktivitas (X2).
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder berupa deret berkala (time
series) dan data primer. Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan
sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder biasanya telah dikumpulkan
oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.
Sedangkan data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh
suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Data sekunder
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (BPS), Dinas Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi Kota Salatiga, Serikat Pekerja yang meliputi data penduduk
bekerja, upah dan produktivitas tenaga kerja di Kota Salatiga. Sedangkan data
primer diperoleh dengan melakukan wawancara kepada wakil ketua Serikat Pekerja
Kota Salatiga.
3. Metode Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat kecil
13
biasa dengan software Eviews.
Metode OLS berusaha meminimalkan penyimpangan hasil perhitungan (regresi)
terhadap kondisi aktual. Selain itu juga digunakan Analisis SWOT untuk
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman suatu daerah dalam
merumuskan suatu trategi kebijakan.
Model awal persamaan penyerapan tenaga kerja yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Y = β0 . X1β1 . X2β2 . eε
|
|
dimana:
|
|
Y
|
=
Penyerapan tenaga kerja
|
X1
|
= Upah
|
X2
|
=
Produktivitas tenaga kerja
|
Mengingat
bahwa dalam memilih persamaan haruslah memenuhi kriteria
|
BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),
maka persamaan (3.2) di transformasikan
kedalam bentuk logaritma natural sehingga persamaan fungsi penyerapan tenaga
kerja menjadi sebagai berikut:
Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1
+ β2 Ln X2 + ε
|
|
dimana:
|
|
Y
|
=
Penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga
|
X1
|
= Upah
Minimum Kota
|
X2
|
=
Produktivitas tenaga kerja
|
β0
|
=
Konstanta
|
β1
|
=
Koefisien untuk mengukur pengaruh atau elastisitas upah
|
β2
|
= Koefisien untuk mengukur pengaruh atau elastisitas
produktivitas
|
tenaga
kerja
|
|
ε
|
= Disturbance error atau variabel penganggu
|
Keunggulan lain
melakukan transformasi kedalam
bentuk logaritma
|
natural yakni untuk mengurangi adanya gejala heteroskedastisitas dan
mengetahui kepekaan antar variabel dimana koefisien kemiringan βi mengukur elastisitas dari Y
sebagai variabel dependen terhadap X sebagai variabel independen, yaitu
persentase perubahan dalam Y akibat persentase perubahan dalam X (Insukindro,
2004).
14
D.
HASIL
PENELITIAN
1.
Uji
Asumsi Klasik
a.
Uji
Normalitas
Berdasarkan Uji J-B diperoleh
probabiliti J-B lebih besar dari tingkat signifikansi 5 persen yaitu sebesar
0,149750 > 0,05. Sedangkan nilai χ2 adalah 3,797573 (df = 20-2 = 18, α = 5 persen), dimana nilai J-B kurang
dari nilai χ2
(3,797573 < 28,86930) maka dapat disimpulkan bahwa variabel dependen
dan variabel independen terdistribusikan secara normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan
untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem
Multikolinieritas.
Tabel 2
Hasil Deteksi Multikolinearitas
Variabel Independen
|
R2
|
R2 Model
|
Keterangan
|
|
Auxilary
|
Utama
|
|||
Upah
|
0.915853
|
0.956783
|
Bebas Multikolinearitas
|
|
Produktivitas Tenaga Kerja
|
0.915853
|
Bebas Multikolinearitas
|
||
Tabel 2 menunjukkan bahwa semua R2 auxilary masing-masing variabel
independen lebih kecil dari pada R2 model utama, sehingga dapat disimpulkan, model persamaan tersebut bebas
multikolinearitas.
c.
Uji
Heteroskedastisitas
Deteksi heteroskedastisitas yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah
Heteroskedasticity Test: Park. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari t-statistik adalah tidak siginifikan (>0,05),
sehingga dapat disimpulkan model persamaan tersebut bebas heteroskedastisitas.
15
Tabel 3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji Park:

Koefisien
|
Std. Error
|
t-hitung
|
Probabilitas
|
||
LN_X1
|
-1.171.389
|
1.196.178
|
-0.979276
|
0.3412
|
|
LN_X2
|
1.832.606
|
1.964.667
|
0.932782
|
0.3640
|
|
C
|
6.599.304
|
1.037.117
|
0.636312
|
0.5330
|
d. Uji Autokolerasi
Breusch-Godfref serial Correlation LM Test digunakan untuk menguji keberadaan
autokolerasi
pada model dinamis penyerapan tenaga kerja. Hasil uji autokolerasi
ditunjukkan
pada Tabel 4.
Tabel 4
Hasil Deteksi Autokolerasi
Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test:

F-statistic
|
0.267320
|
Prob.
F(2,15)
|
0.7690
|
||
Obs*R-squared
|
0.688320
|
Prob.
Chi-Square(2)
|
0.7088
|
||
Berdasarkan
Tabel 4 dibuktikan bahwa model dinamis penyerapan tenaga
|
|||||
kerja terbebas
dari
|
masalah autokolerasi. Hal
ini ditunjukkan
|
dengan nilai
|
probabilitas
Obs*R-squared sebesar 0,7088
lebih besar dari taraf nyata 5 persen.
2.
Analisis
Regresi
Dari hasil pengolahan menggunakan program Eviews 6 didapat persamaan
sebagai berikut:
Tabel 5
Hasil Persamaan Regresi

Coefficient
|
Std.
Error
|
T-Statistic
|
Prob.
|
||
LN_X1
|
0.499577
|
0.055011
|
9.081.478
|
0.0000
|
|
LN_X2
|
-0.335937
|
0.090352
|
-3.718.084
|
0.0017
|
|
C
|
5.579202
|
0.476956
|
1.169.753
|
0.0000
|
|
Adjusted R-squared
|
0,951698
|
||||
F-statistic
|
188,1807
|
||||
Prob
(F-statistic)
|
0,000000
|
||||
Durbin-Watson statistic
|
1,757894
|
16
3.
Pengujian
Hipotesis
a.
Koefisien
Determinasi
Nilai Adjusted R2 mengukur tingkat keberhasilan
model yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen. Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai
Adjusted R2 sebesar 0,951698 artinya bahwa 95,16 persen variasi variabel penyerapan
tenaga kerja (Y) dapat dijelaskan oleh variasi variabel upah (X1) dan
produktivitas tenaga kerja tenaga kerja (X2). Sedangkan sisanya sebesar 4,84
persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.
b.
Uji
Signifikan Simultan (Uji F)
Uji F
menunjukkan pengaruh variabel independen (upah dan produktivitas
tenaga kerja) dalam penelitian secara bersama-sama terhadap variabel
dependen (penyerapan tenaga kerja). Pengujian secara bersama-sama terhadap
model tersebut diperoleh F-hitung sebesar 188,1807 dengan signifikansi F
sebesar 0.000000. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 maka nilai tabel
dengan df1 = 3 dan df2 = 20-3-1 = 16 diperoleh F tabel sebesar 3,24. Dengan
demikian diperoleh nilai F hitung (188,1807) > F tabel (3,24), atau
signifikan F sebesar 0,000000 menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh positif dan
signifikan antara variabel independen yaitu variabel upah (X1) dan
produktivitas tenaga kerja (X2) secara bersama-sama terhadap variabel dependen
penyerapan tenaga kerja (Y). Uji F dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6
Pengujian secara Simultan (Uji F)

Daerah Ho
ditolak

Daerah Ho
diterima
F-tabel=3,24 188,1807
17
c.
Uji
Hipotesis secara Parsial (Uji-t)
Uji-t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh antara variabel independen upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja
(X2) terhadap variabel dependen penyerapan tenaga kerja (Y) secara parsial.
·
Variabel Upah (X1)
Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh
bahwa nilai t-hitung = 9,081478 dengan signifikan t sebesar 0,0000. Pada taraf
signifikansi 5 persen, nilai ttabel atau t(0,05;17) sebesar 1,740, maka diperoleh t-hitung (9,081478) > t-tabel (-1,740)
menunjukkan ada pengaruh positif antara upah (X1) terhadap penyerapan tenaga
kerja (KK). Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,0000 menunjukkan bahwa nilai
tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga menggambarkan pengaruh yang signifikan
antara upah (X1) terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Dengan demikian maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga hipotesis yang
menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan antara upah (X1) secara parsial
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) tidak dapat diterima. Pengujian
hipotesisnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7
Uji-t untuk Variabel Upah

Daerah Ho
ditolak
Daerah Ho
|
|
diterima
|
|
t-tabel=
-1,740
|
9,081478
|
·
Variabel Produktivitas Tenaga Kerja (X2)
Berdasarkan hasil
perhitungan statistik diperoleh bahwa nilai t-hitung = -
3,7180 dengan signifikan t sebesar 0,0017. Pada taraf signifikansi 5
persen, nilai ttabel atau t(0,05;17) sebesar 1,740, maka diperoleh t-hitung (-3,7180) < t-tabel (-1,740)
menunjukkan ada pengaruh negatif antara produktivitas tenaga kerja (X2)
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Hasil signifikansi pengujian sebesar
0,0017 menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga menggambarkan
pengaruh yang signifikan antara produktivitas tenaga kerja (X2) terhadap
18
penyerapan tenaga kerja (Y) . Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga hipotesis
yang menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan antara produktivitas tenaga
kerja (X2) secara parsial terhadap penyerapan tenaga kerja
(Y) dapat
diterima. Pengujian hipotesisnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 8
Uji-t untuk Variabel Produktivitas Tenaga Kerja
Daerah Ho
ditolak

Daerah Ho
diterima

-3,7180 t-tabel= -1,740
4.
INTERPRETASI
HASIL
Adapun hasil persamaan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut:
LN_Y=5.579202 + 0.499577*LN_X1 - 0.335937*LN_X2
Dari persamaan di atas dapat diuraikan interpretasi masing-masing
variabel independen mempengaruhi variabel dependen adalah sebagai berikut:
·
Konstanta
Konstanta sebesar 5,579202
artinya apabila diasumsikan bahwa variabel upah dan produktivitas tenaga kerja
masing-masing konstan, maka jumlah penyerapan tenaga kerja yang tercipta adalah
sebesar 5 orang tenaga kerja.
·
Upah
Upah adalah biaya tenaga kerja
yang dibayarkan kepada pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang
telah dilakukan terhadap pemberi kerja. Besar kecilnya tingkat upah akan
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai
koefisien upah menunjukkan angka sebesar 0,499577 artinya setiap kenaikkan upah
sebesar 1 persen, maka akan menaikkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,499577
persen dengan menjaga nilai produktivitas tenaga kerja konstan.
19
Variabel upah mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi
penyerapan tenaga kerja dengan hasil uji tanda yang tidak sesuai dengan teori
dan hipotesis. Hal ini terjadi karena upah normal yang berlaku di teori adalah
upah keseimbangan yang ditentukan oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran
tenaga kerja, sedangkan upah yang digunakan dalam penelitian ini adalah upah
minimum kota (UMK) dimana pergerakan UMK relatif stabil dan ditentukan oleh
kesepakatan antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Selain itu, kestabilan UMK juga
dipengaruhi oleh kinerja yang aktif dari serikat pekerja di Kota Salatiga dalam
melindungi kesejahteraan pekerja. Hal ini dibuktikan pada tahun 1992, serikat
pekerja Kota Salatiga melakukan unjuk rasa ke pemerintah propinsi akibat
sedikitnya kenaikan upah buruh.
Pada tahun 2008, serikat pekerja
Kota Salatiga juga membantu dan memaklumi kondisi pengusaha dalam menghadapi
krisis global dengan tidak memaksa pihak pengusaha untuk melaksanakan UMK yang
baru jika perusahaan benar-benar tidak mampu. Hal ini menunjukkan bahwa serikat
pekerja tidak hanya melindungi kaum buruh tetapi juga memperhatikan
kelangsungan hidup pengusaha, dalam Suara
Merdeka (edisi 6 Desember 2008).
·
Produktivitas
Tenaga Kerja
Dari hasil analisis bahwa nilai
koefisien variabel produktivitas tenaga kerja menunjukkan angka sebesar
-0.335937 artinya setiap kenaikan produktivitas tenaga kerja sebesar 1 persen,
maka akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.335937 persen dengan
menjaga nilai upah konstan.
Variabel produktivitas tenaga
kerja mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga
kerja di Kota Salatiga dengan hasil uji tanda yang sesuai dengan teori dan
hipotesis. Hal ini dikarenakan mayoritas pendidikan dari penduduk 10 tahun ke
atas adalah SLTP kebawah.
5.
Analisis
SWOT Penyerapan Tenaga Kerja Kota Salatiga
Analisis SWOT digunakan untuk
mengetahui kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman suatu daerah dalam
merumuskan suatu strategi kebijakan. Kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja
di Kota Salatiga, Analisis SWOT digunakan
20
untuk merumuskan strategi kebijakan yang tepat. Dengan mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman serta faktor-faktor yang mempengaruhi
penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga, maka dapat diambil kebijakan yang
efisien dan efektif tepat sasaran. Berikut Tabel 6 memberikan gambaran mengenai
matrik SWOT penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga.
Tabel 6
Matrik SWOT Penyerapan tenaga kerja di Kota
Salatiga
Strengths
(S)
|
Weaknesses
(W)
|
|||
·
|
Serikat
pekerja yang
|
·
|
Produktivitas
tenaga
|
|
bergerak
aktif
|
kerja
penduduk
|
|||
melindungi
pekerja
|
rendah,
tercermin dari
|
|||
dan
tetap menjaga
|
tingkat
pendidikan
|
|||
keberlangsungan
hidup
|
penduduk
yang
|
|||
pengusaha.
|
mayoritas
adalah
|
|||
·
|
Memiliki
3 sektor
|
SLTP
kebawah.
|
||
yang
potensial dalam
|
·
|
Penetapan
UMK
|
||
menyerap
tenaga kerja,
|
pekerja
seringkali
|
|||
antara
lain sektor
|
masih
dibawah KHL.
|
|||
perdagangan,
hotel dan
|
·
|
Pengawasan
|
||
restauran,
sektor
|
pelaksanaan UMK
|
|||
industri
dan sektor
|
yang
masih kurang
|
|||
jasa.
|
karena
banyak
|
|||
·
|
Adanya
otonomi
|
perusahaan
yang
|
||
daerah
sehingga
|
melanggar
ketetapan
|
|||
pemerintah
daerah
|
UMK.
|
|||
21
|
Tabel 6 (Lanjutan)
yang
mengetahui
|
·
|
Adanya
aturan yang
|
|||
persis
bagaimana
|
dibuat
oleh perusahaan
|
||||
kondisi
Kota Salatiga
|
mengenai
penerapan
|
||||
dapat
merumuskan
|
outsourching dan
|
||||
kebijakan
sendiri.
|
tenaga
kontrak yang
|
||||
dinilai
merugikan
|
|||||
buruh.
|
|||||
Opportunities (O)
|
Strategi (SO)
|
Strategi (WO)
|
|||
·
|
Lokasi
Kota Salatiga
|
·
|
Memaksimalkan
|
·
|
Dilakukan
peningkatan
|
berdekatan
dengan
|
sektor-sektor
yang
|
mutu
pendidikan dan
|
|||
objek-objek
wisata
|
potensial
dalam
|
pelatihan
kerja agar
|
|||
Kopeng,
Banyubiru
|
menyerap
tenaga kerja.
|
produktivitas
tenaga
|
|||
dan
Rawapening,
|
·
|
Memanfaatkan
|
kerja
meningkat
|
||
sehingga
sektor
|
kewenangan
|
seiring
dengan
|
|||
perdagangan,
hotel,
|
pemerintah
daerah
|
meningkatnya
upah
|
|||
dan
restauran dapat
|
untuk
mengoptimalkan
|
pekerja.
|
|||
semakin
berkembang.
|
perluasan
penyerapan
|
·
|
Diadakannya
secara
|
||
·
|
Berdekatan
dengan
|
tenaga
kerja.
|
rutin
pelatihan
|
||
pusat
perdagangan dan
|
kewirausahaan
kepada
|
||||
pusat
pemerintahan
|
penduduk.
|
||||
Propinsi
Jawa Tengah
|
|||||
yang
berada di Kota
|
|||||
Semarang
sehingga
|
|||||
22
Tabel 6 (Lanjutan)





dapat
mendorong
penduduk
untuk
|
||||
menciptakan
lapangan
|
||||
kerja
baru dengan
|
||||
berwiraswasta.
|
||||
Treaths (T)
|
Strategi (ST)
|
Strategi (WT)
|
||
·
|
Adanya
migrasi dari
|
· Menyediakan lapangan
|
·
|
Diupayakan
agar
|
penduduk
produktif ke
|
pekerjaan
yang layak
|
penetapan
UMK lebih
|
||
luar
wilayah Kota
|
dan
memadai agar
|
besar
dari pada KHL.
|
||
Salatiga.
|
penduduk
produktif
|
·
|
Peningkatan
|
|
·
|
UMK
pekerja yang
|
tetap
bekerja di Kota
|
pengawasan
|
|
lebih
rendah daripada
|
Salatiga.
|
penyelenggaraan
|
||
KHLnya
akan
|
UMK
oleh semua
|
|||
mendorong
terjadinya
|
perusahaan
agar sesuai
|
|||
demo
buruh.
|
dengan
peraturan.
|
|||
·
|
Diadakan
negoisasi
|
|||
ulang
mengenai
|
||||
penetapan
aturan
|
||||
outsourching dan
|
||||
tenaga
kontrak agar
|
||||
sama-sama
|
||||
menguntungkan
|
||||
pengusaha
dan buruh.
|

23
E. PENUTUP
1.
Simpulan
Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Variabel upah berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dengan nilai probabilita kurang
dari 5 persen (0,0000 < 0,05). Dalam penelitian ini ternyata variabel upah
tidak sesuai denga teori dan hipotesis yang diajukan. Hal ini dikarenakan upah
yang digunakan dalam penelitian adalah upah minimum kota, dimana UMK memiliki
pergerakan yang relatif stabil dan ditentukan oleh tripartit. Selain itu,
dimungkinkan adanya kinerja yang aktif dari serikat pekerja yang tidak hanya
melindungi pekerja tetapi juga memperhatikan hidup pengusaha sehingga ada
hubungan baik antara serikat kerja dan pengusaha.
2.
Variabel produktivitas tenaga
kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
dengan nilai probabilita kurang dari 5 persen (0,0017 < 0,05) sesuai dengan
teori dan hipotesis yang diajukan.
3.
Secara simultan atau bersama-sama
variabel upah dan produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung sebesar 188,1807 dengan
signifikansi F sebesar 0,000 lebih besar dari nilai F tabel yaitu sebesar 3,24
dengan
menggunakan tingkat derajat kepercayaan 0,05.
Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang positif
dan signifikan antara variabel upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja (X2)
secara bersama-sama terhadap variabel penyerapan tenaga kerja (Y) dapat
diterima.
4.
Variabel upah dan produtivitas
tenaga kerja berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga.
Pengaruh kedua variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh koefisien
determinasi Adjusted R2 yang tinggi, yaitu sebesar 0,951698. Dengan demikian variasi perubahan
penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga sebesar 95,16 persen
24
dijelaskan oleh variabel upah dan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan
sisanya 4,84 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
2.
Saran
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kota
Salatiga dan Analsis SWOTnya, maka saran yang dapat ditawarkan untuk mengatasi
permasalahan penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga adalah sebagai berikut:
1.
Peningkatan pengawasan
penyelenggaraan UMK yang sesuai dengan peraturan agar ketetapan UMK bisa
dijalankan oleh semua perusahaan dengan baik.
2.
Diadakan negosiasi ulang oleh
pemerintah kota kepada para pengusaha mengenai penerapan outsourching dan tenaga kontrak agar tidak memberatkan pekerja.
3.
Terus diusahakan adanya
peningkatan kesejahteraan pekerja dengan mengupayakan UMK lebih besar daripada
KHL.
4.
Dilakukannya perbaikkan mutu
pendidikan dan pelatihan kerja sehingga diharapkan akan semakin membaiknya
kualitas pekerja sehingga produktivitasnya akan meningkat seiring dengan
meningkatnya upah (productivity-linked
wage system).
5.
Peningkatan produktivitas tenaga
kerja perlu diupayakan semaksimal mungkin. Namun, perlu diperhatikan bahwa
dalam meningkatkan produktivitas jangan sampai terjadi pengurangan tenaga kerja.
Oleh karena itu, output harus ditingkatkan melebihi peningkatan penggunaan
tenaga kerja.
6.
Menjaga agar penduduk Kota
Salatiga yang produktif tetap bekerja di wilayahnya sendiri dengan cara
menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai.
25
DAFTAR PUSTAKA
Arfida B. R. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Penerbit Ghalia Indonesia
Badan Pusat Statistik. Berbagai
Tahun, Jawa Tengah Dalam Angka.
---------------------------.
Berbagai Tahun, Kota Salatiga Dalam Angka.
---------------------------.
Berbagai Tahun, PDRB Kota Salatiga.
Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta:
Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Boediono. 2005. Ekonomi Makro. 4 ed. Yogyakarta: BPFE.
Depnakertrans. 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia. Majalah Nakertrans
Edisi-03 TH. XXIV- Juni.
Dimas dan Nenik Woyanti. 2009. “Penyerapan
Tenaga K erja di DKI Jakarta”, Jurnal
Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 16, No. 1, hal. 32-41, Semarang: Fakultas Ekonomi Diponegoro.
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar,. Erlangga Jakarta. Terjemahan Dr. Gunawan
Sumodiningrat, BPFE UGM, Yogyakarta,
Insukindro, dkk. 2004. Modul Ekonometrika Dasar. Yogyakarta:
Bank Indonesia dan
FE UGM.
Kertonegoro, Sentanoe. 2001. Ekonomi Tenaga Kerja. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia: Jakarta.
Kuncoro, Haryo. 2002. “Upah
Sistem Bagi Hasil dan P enyerapan Tenaga Kerja”, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol. 7,
No. 1, hal. 45-56.
Kusumosuwidho, Sisdjiatmo. 1981. “Angkatan Kerja”,
dalam Dasar-Dasar Demografi. Jakarta:
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. 5 ed. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Mulyadi S. 2006. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
26
Pearce, John A.
dan R. B.
Robinson. 2008. Manajemen Strategis
– Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian. 10 ed.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Pramono, Agus. 2004. “Kapan Buruh
Bisa Peroleh Hak Hidup Layak” Suara
Merdeka, 25 Oktober 2004.
Siagian,
Sondang P. 2002. Manajemen Stratejik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2
ed. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sitanggang, Ignatia R. dan
Nachrowi D. N. 2004. “Pe ngaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja
Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia”,
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,
Vol. V, No. 01, hal. 103-133. Jakarta: Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEUI.
Situmorang, Boyke T. H. 2005. “Elastisitas
Kesempat an Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Suku Bunga di
Indonesia Tahun 1990-2003”, Makalah Falsafah Sains. Bogor: Pasca Sarjana IPB.
Sukirno, Sadono. 2005. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Suparmoko. 1998. Pengantar Ekonomika Makro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Tjictoherijanto,
Prijono. 1990. “Upah Minimal dan S erikat Pekerja”, dalam Ekonomi
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas
Indonesia
Todaro, Michael P. Dan Stephen C.
Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9
ed. Jakarta: Erlangga
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews 6. STIM YKPN: Yogyakarta
Zamrowi, M. Taufik. 2007. “Analisis
Penyerapan Tena ga Kerja pada Industri Kecil”
Thesis Tidak Dipublikasikan, MIESP
UNDIP: Semarang.
27