Minggu, 11 Desember 2016





ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA SALATIGA


Oktaviana Dwi Saputri

Drs. Hj. Tri Wahyu Rejekiningsih, M.Si


ABSTRACT

The purpose of this research was to analyzed the recruitment of the workers in Salatiga Town. Independent variables that used in this research are wages (UMK) and labour productivity. While the dependent variable is the recruitment of the workers.

Some data that were required in this research included data of potential wokers in Salatiga Town, data of labour productivity and also UMK of Salatiga which received from BPS of Central Java, Disnakertrans of Salatiga Town and SPN of Salatiga Town. The data were analyzed by using multiple regression to analyze the influence of independent variables to dependent variable.

The result of the research showed that wages and labour productivity had the same influence to the recruitment of the workers in Salatiga Town. Partially, wages had positive and significant influence to the recruitment of the workers in

Salatiga Town. In other hand, labour productivity had negative and significant influence to the recruitment of the workers in Salatiga Town. The influence of wages and labour productivity to the recruitment of the workers had precentage is

95.16%. While 4.84% were explained by other factor.


Key words: workers, wages, labour productivity, Salatiga
















1






A.           PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Perluasan penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan mengakibatkan pemborosan sumber daya dan potensi angkatan kerja yang ada, meningkatnya beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa di Jawa Tengah persentase pencari kerja tertinggi pada tahun 2008 terletak di empat kota, yaitu Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Semarang dan Kota Salatiga. Kota Salatiga menempati urutan ke-empat setelah Kota Semarang, yaitu dengan persentase pencari kerja sebesar 11,3% terhadap jumlah keseluruhan angkatan kerja. Selain itu, tingkat pengangguran di Kota Salatiga lebih tinggi bila dibandingkan dengan kota-kota satelit lain yang juga berada disekitar Kota Semarang seperti Demak hanya sebesar 6,6%, Jepara sebesar 5,8%, Kendal sebesar 6,4% dan Batang sebesar 8,8%.

Selama tahun 2000-2008, rata-rata tingkat pencari kerja terhadap jumlah keseluruhan angkatan kerja di Kota Salatiga masih relatif tinggi yaitu sebesar 11,6%. Rata-rata tingkat pencari kerja sebesar 11,6% masih jauh di atas tingkat pencari kerja normal yang sebesar 4% (Arfida, 2003). Dalam bahasan ini, pencari kerja identik dengan orang yang belum bekerja atau dapat disebut pengangguran.







2






Tabel 1

Penduduk berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota dan kegiatan selama Seminggu yang Lalu di Jawa Tengah Tahun 2008 (Jiwa)





Angkatan Kerja




Kabupaten
Bekerja

Mencari






Pekerjaan
Sub Jumlah








Jiwa
%
Jiwa
%




1
2
3
4
5
6


1
Kab. Cilacap
667.795
89,8
75.495
10,2
743.290


2
Kab. Banyumas
658.221
92,0
57.620
8,0
715.841


3
Kab. Purbalingga
381.458
92,9
29.058
7,1
410.516


4
Kab. Banjarnegara
435.466
95,1
22.464
4,9
457.930


5
Kab. Kebumen
541.525
93,9
35.304
6,1
576.829


6
Kab. Purworejo
340.338
95,7
15.364
4,3
355.702


7
Kab. Wonosobo
366.045
94,5
21.290
5,5
387.335


8
Kab. Magelang
592.811
94,9
31.602
5,1
624.413


9
Kab. Boyolali
505.189
94,1
31.656
5,9
536.845


10
Kab. Klaten
568.190
92,7
44.454
7,3
612.644


11
Kab. Sukoharjo
411.496
91,9
36.379
8,1
447.875


12
Kab. Wonogiri
525.547
94,3
31.945
5,7
557.492


13
Kab. Karanganyar
425.444
94,3
25.700
5,7
451.144


14
Kab. Sragen
449.446
94,4
26.870
5,6
476.316


15
Kab. Grobogan
662.039
93,8
43.657
6,2
705.696


16
Kab. Blora
432.057
94,3
26.166
5,7
458.223


17
Kab. Rembang
280.904
94,1
17.571
5,9
298.475


18
Kab. Pati
571.512
90,6
59.012
9,4
630.524


19
Kab. Kudus
415.136
93,8
27.205
6,2
442.341


20
Kab. Jepara
498.129
94,2
30.426
5,8
528.555


21
Kab. Demak
500.484
93,4
35.569
6,6
536.053


22
Kab. Semarang
473.928
92,6
37.842
7,4
511.770


23
Kab. Temanggung
367.563
95,1
18.941
4,9
386.504


24
Kab. Kendal
482.124
93,6
32.929
6,4
515.053


25
Kab. Batang
328.391
91,2
31.574
8,8
359.965


26
Kab. Pekalongan
393.764
92,6
31.380
7,4
425.144


27
Kab. Pemalang
546.418
90,0
60.483
10,0
606.901


28
Kab. Tegal
608.179
90,4
64.281
9,6
672.460


29
Kab. Brebes
759.391
92,1
65.357
7,9
824.748


30
Kota Magelang
54.554
87,7
7.639
12,3
62.193


31
Kota Surakarta
251.101
90,4
26.574
9,6
277.675


32
Kota Salatiga
77.273
88,7
9.816
11,3
87.089




3











Tabel 1 (Lanjutan)
33
Kota Semarang
658.729
88,5
85.710
11,5
744.439
34
Kota Pekalongan
127.853
90,2
13.818
9,8
141.671
35
Kota Tegal
105.158
86,7
16.157
13,3
121.315

Jumlah
15.463.658

1.227.308

16.690.966
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS


Kondisi yang ideal dari pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan tenaga kerja adalah ketika pertumbuhan ekonomi mampu menambah penggunaan tenaga kerja secara lebih besar. Pertumbuhan ekonomi daerah yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru ternyata belum dapat terealisasi secara optimal. Kondisi ini terjadi pada penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga tahun 2003 dan tahun 2006. Pada tahun 2003, perekonomian tumbuh sebesar 3,94% ternyata diikuti dengan penurunan jumlah pekerja sebesar 1,6%. Kemudian pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,17% diikuti dengan penurunan jumlah pekerja sebesar 1,3%.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga dan untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga.


B.            TELAAH TEORI

1.    Tenaga kerja

Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.


4






Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan bekerja serta golongan menganggur dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai angkatan kerja potensial (potensial labor force).


2.    Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).


3.    Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu. secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh:

·        Perubahan tingkat upah.

Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan mengurangi produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan bekurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale effect. Dalam jangka panjang kenaikkan upah akan direspon

5






perusahaan dengan penyesuaian terhadap input yang digunakan. Perusahaan akan menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Kondisi ini terjadi bila tingkat upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja atau substitution effect (capital intensive).

·        Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen.

Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.

·        Harga barang modal turun

Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula.

a.    Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek

Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek mengkondisikan perusahaan menerima harga jual produk dan tingkat upah yang diberikan. Dalam mengkombinasikan penggunaan modal dan tenaga kerja untuk menghasilkan output, perusahaan tidak mampu merubah kuantitas modal yang akan digunakan dan hanya bisa menambah penggunaan tenaga kerja untuk meningkatkan output.

Dalam memperkirakan berapa tenaga kerja yang perlu ditambah, perusahaan akan melihat tambahan hasil marginal atau marginal physical product dari penambahan seorang karyawan tersebut. Selain itu, perusahaan akan menghitung jumlah uang yang akan diperoleh dengan adanya tambahan hasil marginal. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenueI (VMPPL), yaitu nilai dari MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harga per unit (P) (Simanjuntak, 1998).

6



D = MPPL x P Tenaga Kerja




Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan memperkerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakan biaya marginal atau marginal cost (MC). Bila tambahan penerimaan marginal (MR) lebih besar dari biaya mempekerjakan orang yang menghasilkan (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha senantiasa akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari W.

Gambar 1
Fungsi Permintaan terhadap Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek

Upah
VMPPL
W1
D


W

E = Keuntungan maksimum


W2




0
A N B Sumber: Bellante, 1990

Fungsi permintaan pada Gambar 1 dapat berbeda untuk setiap perusahaan, tergantung dari tingkat produktivitas masing-masing faktor dan efisiensi di tiap-tiap perusahaan. Garis DD menggambarkan besarnya nilai hasil marginal pekerja (VMMPL) untuk setiap tenaga kerja. Bila jumlah pekerja yang dipekerjakan sebanyak 0A = 100 orang, maka VMPPL-nya sama dengan MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu, laba perusahaan akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga 0N. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan VMPPL sama dengan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari 0N (misal 0B) akan mengurangi keuntungan pengusahaan. Perusahaan akan membayar upah dalam tingkat yang berlaku (W). Padahal VMPPL yang diperoleh hanya sebesar W2 yang lebih kecil dari W. Jadi pengusaha cenderung untuk

7






menghindari penambahan jumlah pekerja lebih besar dari 0N. Penambahan pekerja lebih besar dari 0N dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah di bawah (W) atau perusahaan mampu menaikkan harga jual barang.

b.   Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang

Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk melakukan penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja dengan mengadakan perubahan terhadap input lainnya. Dalam hal ini perusahaan dapat memilih berbagai bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja dalam menghasilkan output yang mengandung biaya paling rendah.

Kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah ditunjukkan oleh Gambar 2. Diasumsikan anggaran pengeluaran perusahaan adalah $60, harga sewa satu unit modal adalah $10 per hari dan tingkat upah adalah $20 per hari kerja. Apabila seluruh jumlah uang digunakan untuk tenaga kerja, maka perusahaan dapat membeli tiga unit tenaga kerja. Jika seluruh jumlah uang digunakan untuk modal, maka enam unit modal dapat dibeli.

Dimisalkan perusahaan akan menghasilkan 19 ton batu bara, maka output sebesar itu dapat dihasilkan dengan satu unit tenaga kerja yang dikombinasikan dengan empat unit modal. Perusahaan juga dapat mengkombinasikan dua unit tenaga kerja dengan tiga unit modal untuk mengahasilkan output sebesar 19 ton.

Perusahaan akan menemukan satu kombinasi modal dan tenaga kerja yang paling rendah biayanya, yaitu kombinasi yang diberikan oleh garis isokos atau budget line yang menyinggung isokuan sebesar 19 ton. Kombinasi yang paling rendah biayanya dalam Gambar 2 adalah kombinasi C, terdiri dari satu unit tenaga kerja dan empat unit modal dengan biaya keseluruhan $60. Output sebesar 19 ton dapat dihasilkan oleh kombinasi yang diberikan pada setiap titik pada isokuan (misal titik D dan E), akan tetapi kedua kombinasi ini memerlukan biaya $70, sehingga ini bukanlah merupakan kombinasi yang memberikan biaya minimum. Dengan demikian perusahaan akan memilih kombinasi yang optimal antara penggunaan modal dengan tenaga kerja dengan biaya terendah sesuai dengan budget line yang dimiliki.

8





Gambar 2
Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal dalam Jangka Panjang





















Sumber: Bellante, 1990


4.    Pasar Tenaga Kerja

Menurut Simanjuntak (1998), pasar kerja adalah seluruh aktivitas dan pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pasar tenaga kerja dibutuhkan karena dalam kenyataannya terdapat banyak perbedaan-perbedaan di kalangan pencari kerja dan di antara lowongan kerja.

Gambar 3
Berbagai Kondisi dalam Pasar Tenaga Kerja


W

W
Excess supply
W




SL
SL




of labor

SL







W1





We
E











W2




DL


DL

DL
0
Ne
N   0
N1
N2
N0
N3
N



N4






Excess demand






of labor

(a)


(b)


(c)
Sumber: Kusumosuwidho, 1981









9









Pada Gambar 3.a terlihat bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Disini tidak ada excess demand of labor maupun excess supply of labor.

Pada Gambar 3.b terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

Pada Gambar 3.c terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dibandingkan penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4 orang.


5.    Teori Upah Minimum

Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990).

Gambar 4 menunjukkan pengaruh upah minimum dalam pasar persaingan sempurna. Upah yang terjadi akibat permintaan dan penawaran tenaga kerja adalah sebesar W0 dengan jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L0. Apabila ditetapkan upah minimum sebesar W1 yang berada di atas upah keseimbangan awal W0, maka akan menyebabkan semakin banyaknya penduduk yang masuk ke pasar tenaga kerja sebesar L2, padahal jumlah pekerja yang diminta hanya sebesar L1 sehingga terjadi excess suply of labor sebesar L2-L1. Pekerja yang tidak

10






memperoleh pekerjaan akan mencari pekerjaan lain dengan menerima upah dibawah W0.

Gambar 4

Pengaruh Upah Minimum dalam Pasar Persaingan Sempurna

Upah



S




W1
a

b


E


W0











D
0
L1
L0
L2
Jumlah Tenaga Kerja

Sumber: Tjiptoherijanto, 1990

Pengaruh peraturan upah minimum akan serupa dengan pengajuan upah minimum oleh serikat pekerja baik di pasar persaingan sempurna maupun pasar monopsonistik. Di pasar tenaga kerja monopsonistik, penetapan upah minimum akan meningkatkan upah dan penyerapan tenaga kerja. Situasi ini serupa dengan situasi yang timbul ketika serikat pekerja menghadapi pengusaha monopsonistik.

Gambar 5

Pengaruh Upah Minimum dalam Pasar Monopsonistis


Upah

MC
S


W2
E2
x




W0

E0

W1
E1





D
0
L1 L2 LL3
Jumlah Tenaga Kerja
Sumber: Kertonogoro, 2001





11






Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa posisi keseimbangan perusahaan monopsoni sebelum serikat pekerja masuk pasar adalah titik E1 dengan tingkat upah sebesar W1 dan kuantitas tenaga kerja sebesar L1. Ketika serikat pekerja masuk dan menetapkan upah sebesar W0, maka penyerapan tenaga kerja akan naik hingga mencapai L0 sehingga tidak menciptakan pengangguran. Jika upah dinaikkan lagi oleh serikat pekerja sebesar W2, maka kuanttas tenaga kerja turun dibawah tingkat persainganmenjadi L2 dan timbul pengangguran sebesar L2-L3. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jika upah minimum naik diatas upah persaingan, maka penyerapan tenaga kerja akan turun. Jika upah minimum ditetapkan pada tingkat upah persaingan, maka upah minimum dapat melindungi pekerja terhadap kekuasaan monopsoni perusahaan, sehingga menaikkan penyerapan tenaga kerja (Kertonogoro, 2001).


6.    Hubungan Antar Variabel

Upah dibayarkan  oleh perusahaan kepada pekerja berdasarkan tambahan

output sehubungan dengan penambahan seorang karyawan atau disebut VMPPL

(Value Marginal Physical of Labor). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut (Simanjuntak, 1998):
VMPPL = P x MPPL = Upah

Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Menurut Simanjuntak (1998), upah dipandang sebagai beban oleh perusahaan karena semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Oleh karena itu, kenaikkan tingkat upah direspon oleh perusahaan dengan menurunkan jumlah tenaga kerja.

Produktivitas tenaga kerja menurut Mulyadi (2006) dan Kertonegoro (2001), digambarkan dari rasio PDRB (output) terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja dapat diproksi dari persamaan APPL (Average Physical Product of Labor) sebagai berikut:

APPL = TPL/L = Q/L = Produktivitas tenaga kerja dimana:
TPL    = Total produksi oleh tenaga kerja

12






Q        = Output

L         = Tenaga kerja

Menurut Mulyadi (2006), tingkat produktivitas tenaga kerja digambarkan dari rasio PDRB terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, maka akan semakin rendah penyerapan tenaga kerja yang tercipta. Sebaliknya, semakin rendah produktivitas tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat.


C.    METODE PENELITIAN

1.    Identifikasi Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok yaitu variabel dependen dan variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini yaitu: penyerapan tenaga kerja (Y). Sedangkan variabel independennya adalah upah (X1) dan produktivitas (X2).


2.    Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret berkala (time series) dan data primer. Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder biasanya telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (BPS), Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga, Serikat Pekerja yang meliputi data penduduk bekerja, upah dan produktivitas tenaga kerja di Kota Salatiga. Sedangkan data primer diperoleh dengan melakukan wawancara kepada wakil ketua Serikat Pekerja Kota Salatiga.


3.    Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat kecil

13






biasa dengan software Eviews. Metode OLS berusaha meminimalkan penyimpangan hasil perhitungan (regresi) terhadap kondisi aktual. Selain itu juga digunakan Analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman suatu daerah dalam merumuskan suatu trategi kebijakan.

Model awal persamaan penyerapan tenaga kerja yang digunakan adalah sebagai berikut:


Y = β0 . X1β1 . X2β2 . eε
dimana:
Y
= Penyerapan tenaga kerja
X1
= Upah
X2
= Produktivitas tenaga kerja

Mengingat bahwa dalam memilih persamaan haruslah memenuhi kriteria

BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), maka persamaan (3.2) di transformasikan kedalam bentuk logaritma natural sehingga persamaan fungsi penyerapan tenaga kerja menjadi sebagai berikut:

Ln Y =  Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + ε
dimana:
Y
= Penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga
X1
= Upah Minimum Kota
X2
= Produktivitas tenaga kerja
β0
= Konstanta
β1
= Koefisien untuk mengukur pengaruh atau elastisitas upah
β2
= Koefisien untuk mengukur pengaruh atau elastisitas produktivitas

tenaga kerja
ε
= Disturbance error atau variabel penganggu

Keunggulan  lain  melakukan  transformasi  kedalam  bentuk  logaritma

natural yakni untuk mengurangi adanya gejala heteroskedastisitas dan mengetahui kepekaan antar variabel dimana koefisien kemiringan βi mengukur elastisitas dari Y sebagai variabel dependen terhadap X sebagai variabel independen, yaitu persentase perubahan dalam Y akibat persentase perubahan dalam X (Insukindro, 2004).

14








D.       HASIL PENELITIAN

1.         Uji Asumsi Klasik

a.         Uji Normalitas

Berdasarkan Uji J-B diperoleh probabiliti J-B lebih besar dari tingkat signifikansi 5 persen yaitu sebesar 0,149750 > 0,05. Sedangkan nilai χ2 adalah 3,797573 (df = 20-2 = 18, α = 5 persen), dimana nilai J-B kurang dari nilai χ2

(3,797573 < 28,86930) maka dapat disimpulkan bahwa variabel dependen dan variabel independen terdistribusikan secara normal.


b.    Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas.

Tabel 2
Hasil Deteksi Multikolinearitas

Variabel Independen
R2
R2 Model
Keterangan
Auxilary
Utama


Upah
0.915853
0.956783
Bebas Multikolinearitas
Produktivitas Tenaga Kerja
0.915853
Bebas Multikolinearitas


Tabel 2 menunjukkan bahwa semua R2 auxilary masing-masing variabel independen lebih kecil dari pada R2 model utama, sehingga dapat disimpulkan, model persamaan tersebut bebas multikolinearitas.


c.         Uji Heteroskedastisitas

Deteksi     heteroskedastisitas  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah

Heteroskedasticity Test: Park. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari t-statistik adalah tidak siginifikan (>0,05), sehingga dapat disimpulkan model persamaan tersebut bebas heteroskedastisitas.





15






Tabel 3
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji Park:


Koefisien
Std. Error
t-hitung
Probabilitas

LN_X1
-1.171.389
1.196.178
-0.979276
0.3412

LN_X2
1.832.606
1.964.667
0.932782
0.3640

C
6.599.304
1.037.117
0.636312
0.5330


d.     Uji Autokolerasi

Breusch-Godfref serial Correlation LM Test digunakan untuk menguji keberadaan

autokolerasi pada model dinamis penyerapan tenaga kerja. Hasil uji autokolerasi

ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4
Hasil Deteksi Autokolerasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic
0.267320
Prob. F(2,15)
0.7690


Obs*R-squared
0.688320
Prob. Chi-Square(2)
0.7088


Berdasarkan Tabel 4 dibuktikan bahwa model dinamis penyerapan tenaga
kerja  terbebas  dari
masalah  autokolerasi.  Hal  ini  ditunjukkan
dengan  nilai

probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,7088 lebih besar dari taraf nyata 5 persen.


2.         Analisis Regresi

Dari hasil pengolahan menggunakan program Eviews 6 didapat persamaan sebagai berikut:

Tabel 5
Hasil Persamaan Regresi


Coefficient
Std. Error
T-Statistic
Prob.

LN_X1
0.499577
0.055011
9.081.478
0.0000

LN_X2
-0.335937
0.090352
-3.718.084
0.0017

C
5.579202
0.476956
1.169.753
0.0000

Adjusted R-squared
0,951698



F-statistic

188,1807



Prob (F-statistic)
0,000000



Durbin-Watson statistic
1,757894





16








3.         Pengujian Hipotesis

a.        Koefisien Determinasi

Nilai Adjusted R2 mengukur tingkat keberhasilan model yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0,951698 artinya bahwa 95,16 persen variasi variabel penyerapan tenaga kerja (Y) dapat dijelaskan oleh variasi variabel upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja tenaga kerja (X2). Sedangkan sisanya sebesar 4,84 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

b.        Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Uji F menunjukkan pengaruh variabel independen (upah dan produktivitas

tenaga kerja) dalam penelitian secara bersama-sama terhadap variabel dependen (penyerapan tenaga kerja). Pengujian secara bersama-sama terhadap model tersebut diperoleh F-hitung sebesar 188,1807 dengan signifikansi F sebesar 0.000000. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 maka nilai tabel dengan df1 = 3 dan df2 = 20-3-1 = 16 diperoleh F tabel sebesar 3,24. Dengan demikian diperoleh nilai F hitung (188,1807) > F tabel (3,24), atau signifikan F sebesar 0,000000 menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel independen yaitu variabel upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja (X2) secara bersama-sama terhadap variabel dependen penyerapan tenaga kerja (Y). Uji F dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6
Pengujian secara Simultan (Uji F)
Daerah Ho

ditolak
Daerah Ho

diterima

F-tabel=3,24          188,1807




17






c.         Uji Hipotesis secara Parsial (Uji-t)

Uji-t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel independen upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja (X2) terhadap variabel dependen penyerapan tenaga kerja (Y) secara parsial.

·             Variabel Upah (X1)

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh bahwa nilai t-hitung = 9,081478 dengan signifikan t sebesar 0,0000. Pada taraf signifikansi 5 persen, nilai ttabel atau t(0,05;17) sebesar 1,740, maka diperoleh t-hitung (9,081478) > t-tabel (-1,740) menunjukkan ada pengaruh positif antara upah (X1) terhadap penyerapan tenaga kerja (KK). Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,0000 menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga menggambarkan pengaruh yang signifikan antara upah (X1) terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Dengan demikian maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan antara upah (X1) secara parsial terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) tidak dapat diterima. Pengujian hipotesisnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 7
Uji-t untuk Variabel Upah
Daerah Ho
ditolak


Daerah Ho

diterima
t-tabel= -1,740
9,081478

·             Variabel Produktivitas Tenaga Kerja (X2)

Berdasarkan  hasil  perhitungan statistik diperoleh bahwa nilai  t-hitung = -

3,7180 dengan signifikan t sebesar 0,0017. Pada taraf signifikansi 5 persen, nilai ttabel atau t(0,05;17) sebesar 1,740, maka diperoleh t-hitung (-3,7180) < t-tabel (-1,740) menunjukkan ada pengaruh negatif antara produktivitas tenaga kerja (X2) terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,0017 menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga menggambarkan pengaruh yang signifikan antara produktivitas tenaga kerja (X2) terhadap

18





penyerapan tenaga kerja (Y) . Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh negatif dan signifikan antara produktivitas tenaga kerja (X2) secara parsial terhadap penyerapan tenaga kerja

(Y) dapat diterima. Pengujian hipotesisnya dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 8
Uji-t untuk Variabel Produktivitas Tenaga Kerja


Daerah Ho

ditolak


Daerah Ho

diterima
-3,7180      t-tabel= -1,740


4.         INTERPRETASI HASIL

Adapun hasil persamaan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut: LN_Y=5.579202 + 0.499577*LN_X1 - 0.335937*LN_X2

Dari persamaan di atas dapat diuraikan interpretasi masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen adalah sebagai berikut:

·        Konstanta

Konstanta sebesar 5,579202 artinya apabila diasumsikan bahwa variabel upah dan produktivitas tenaga kerja masing-masing konstan, maka jumlah penyerapan tenaga kerja yang tercipta adalah sebesar 5 orang tenaga kerja.

·        Upah

Upah adalah biaya tenaga kerja yang dibayarkan kepada pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan terhadap pemberi kerja. Besar kecilnya tingkat upah akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien upah menunjukkan angka sebesar 0,499577 artinya setiap kenaikkan upah sebesar 1 persen, maka akan menaikkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,499577 persen dengan menjaga nilai produktivitas tenaga kerja konstan.


19






Variabel upah mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dengan hasil uji tanda yang tidak sesuai dengan teori dan hipotesis. Hal ini terjadi karena upah normal yang berlaku di teori adalah upah keseimbangan yang ditentukan oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja, sedangkan upah yang digunakan dalam penelitian ini adalah upah minimum kota (UMK) dimana pergerakan UMK relatif stabil dan ditentukan oleh kesepakatan antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

Selain itu, kestabilan UMK juga dipengaruhi oleh kinerja yang aktif dari serikat pekerja di Kota Salatiga dalam melindungi kesejahteraan pekerja. Hal ini dibuktikan pada tahun 1992, serikat pekerja Kota Salatiga melakukan unjuk rasa ke pemerintah propinsi akibat sedikitnya kenaikan upah buruh.

Pada tahun 2008, serikat pekerja Kota Salatiga juga membantu dan memaklumi kondisi pengusaha dalam menghadapi krisis global dengan tidak memaksa pihak pengusaha untuk melaksanakan UMK yang baru jika perusahaan benar-benar tidak mampu. Hal ini menunjukkan bahwa serikat pekerja tidak hanya melindungi kaum buruh tetapi juga memperhatikan kelangsungan hidup pengusaha, dalam Suara Merdeka (edisi 6 Desember 2008).

·        Produktivitas Tenaga Kerja

Dari hasil analisis bahwa nilai koefisien variabel produktivitas tenaga kerja menunjukkan angka sebesar -0.335937 artinya setiap kenaikan produktivitas tenaga kerja sebesar 1 persen, maka akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.335937 persen dengan menjaga nilai upah konstan.

Variabel produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga dengan hasil uji tanda yang sesuai dengan teori dan hipotesis. Hal ini dikarenakan mayoritas pendidikan dari penduduk 10 tahun ke atas adalah SLTP kebawah.


5.         Analisis SWOT Penyerapan Tenaga Kerja Kota Salatiga

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman suatu daerah dalam merumuskan suatu strategi kebijakan. Kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga, Analisis SWOT digunakan

20






untuk merumuskan strategi kebijakan yang tepat. Dengan mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman serta faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga, maka dapat diambil kebijakan yang efisien dan efektif tepat sasaran. Berikut Tabel 6 memberikan gambaran mengenai matrik SWOT penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga.

Tabel 6
Matrik SWOT Penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga


Strengths (S)
Weaknesses (W)

·
Serikat pekerja yang
·
Produktivitas tenaga


bergerak aktif

kerja penduduk


melindungi pekerja

rendah, tercermin dari


dan tetap menjaga

tingkat pendidikan


keberlangsungan hidup

penduduk yang


pengusaha.

mayoritas adalah

·
Memiliki 3 sektor

SLTP kebawah.


yang potensial dalam
·
Penetapan UMK


menyerap tenaga kerja,

pekerja seringkali


antara lain sektor

masih dibawah KHL.


perdagangan, hotel dan
·
Pengawasan


restauran, sektor

pelaksanaan UMK


industri dan sektor

yang masih kurang


jasa.

karena banyak

·
Adanya otonomi

perusahaan yang


daerah sehingga

melanggar ketetapan


pemerintah daerah

UMK.







21






Tabel 6 (Lanjutan)




yang mengetahui
·
Adanya aturan yang



persis bagaimana

dibuat oleh perusahaan



kondisi Kota Salatiga

mengenai penerapan



dapat merumuskan

outsourching dan



kebijakan sendiri.

tenaga kontrak yang





dinilai merugikan





buruh.



Opportunities (O)
Strategi (SO)
Strategi (WO)
·
Lokasi Kota Salatiga
·
Memaksimalkan
·
Dilakukan peningkatan

berdekatan dengan

sektor-sektor yang

mutu pendidikan dan

objek-objek wisata

potensial dalam

pelatihan kerja agar

Kopeng, Banyubiru

menyerap tenaga kerja.

produktivitas tenaga

dan Rawapening,
·
Memanfaatkan

kerja meningkat

sehingga sektor

kewenangan

seiring dengan

perdagangan, hotel,

pemerintah daerah

meningkatnya upah

dan restauran dapat

untuk mengoptimalkan

pekerja.

semakin berkembang.

perluasan penyerapan
·
Diadakannya secara
·
Berdekatan dengan

tenaga kerja.

rutin pelatihan

pusat perdagangan dan



kewirausahaan kepada

pusat pemerintahan



penduduk.

Propinsi Jawa Tengah





yang berada di Kota





Semarang sehingga











22




Tabel 6 (Lanjutan)
dapat mendorong


penduduk untuk




menciptakan lapangan




kerja baru dengan




berwiraswasta.






Treaths (T)
Strategi (ST)
Strategi (WT)
·
Adanya migrasi dari
· Menyediakan lapangan
·
Diupayakan agar

penduduk produktif ke
pekerjaan yang layak

penetapan UMK lebih

luar wilayah Kota
dan memadai agar

besar dari pada KHL.

Salatiga.
penduduk produktif
·
Peningkatan
·
UMK pekerja yang
tetap bekerja di Kota

pengawasan

lebih rendah daripada
Salatiga.

penyelenggaraan

KHLnya akan


UMK oleh semua

mendorong terjadinya


perusahaan agar sesuai

demo buruh.


dengan peraturan.



·
Diadakan negoisasi




ulang mengenai




penetapan aturan




outsourching dan




tenaga kontrak agar




sama-sama




menguntungkan




pengusaha dan buruh.


23








E.    PENUTUP

1.         Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.     Variabel upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dengan nilai probabilita kurang dari 5 persen (0,0000 < 0,05). Dalam penelitian ini ternyata variabel upah tidak sesuai denga teori dan hipotesis yang diajukan. Hal ini dikarenakan upah yang digunakan dalam penelitian adalah upah minimum kota, dimana UMK memiliki pergerakan yang relatif stabil dan ditentukan oleh tripartit. Selain itu, dimungkinkan adanya kinerja yang aktif dari serikat pekerja yang tidak hanya melindungi pekerja tetapi juga memperhatikan hidup pengusaha sehingga ada hubungan baik antara serikat kerja dan pengusaha.

2.      Variabel produktivitas tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dengan nilai probabilita kurang dari 5 persen (0,0017 < 0,05) sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan.

3.      Secara simultan atau bersama-sama variabel upah dan produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung sebesar 188,1807 dengan signifikansi F sebesar 0,000 lebih besar dari nilai F tabel yaitu sebesar 3,24 dengan

menggunakan tingkat derajat kepercayaan 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel upah (X1) dan produktivitas tenaga kerja (X2) secara bersama-sama terhadap variabel penyerapan tenaga kerja (Y) dapat diterima.

4.      Variabel upah dan produtivitas tenaga kerja berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga. Pengaruh kedua variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh koefisien determinasi Adjusted R2 yang tinggi, yaitu sebesar 0,951698. Dengan demikian variasi perubahan penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga sebesar 95,16 persen


24






dijelaskan oleh variabel upah dan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan sisanya 4,84 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.


2.        Saran

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga dan Analsis SWOTnya, maka saran yang dapat ditawarkan untuk mengatasi permasalahan penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga adalah sebagai berikut:

1.     Peningkatan pengawasan penyelenggaraan UMK yang sesuai dengan peraturan agar ketetapan UMK bisa dijalankan oleh semua perusahaan dengan baik.

2.     Diadakan negosiasi ulang oleh pemerintah kota kepada para pengusaha mengenai penerapan outsourching dan tenaga kontrak agar tidak memberatkan pekerja.

3.     Terus diusahakan adanya peningkatan kesejahteraan pekerja dengan mengupayakan UMK lebih besar daripada KHL.

4.     Dilakukannya perbaikkan mutu pendidikan dan pelatihan kerja sehingga diharapkan akan semakin membaiknya kualitas pekerja sehingga produktivitasnya akan meningkat seiring dengan meningkatnya upah (productivity-linked wage system).

5.     Peningkatan produktivitas tenaga kerja perlu diupayakan semaksimal mungkin. Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam meningkatkan produktivitas jangan sampai terjadi pengurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, output harus ditingkatkan melebihi peningkatan penggunaan tenaga kerja.

6.     Menjaga agar penduduk Kota Salatiga yang produktif tetap bekerja di wilayahnya sendiri dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai.









25






DAFTAR PUSTAKA

Arfida B. R. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun, Jawa Tengah Dalam Angka.

---------------------------. Berbagai Tahun, Kota Salatiga Dalam Angka.

---------------------------. Berbagai Tahun, PDRB Kota Salatiga.

Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.

Boediono. 2005. Ekonomi Makro. 4 ed. Yogyakarta: BPFE.

Depnakertrans. 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia. Majalah Nakertrans Edisi-03 TH. XXIV- Juni.

Dimas dan Nenik Woyanti. 2009. “Penyerapan Tenaga K erja di DKI Jakarta”,  Jurnal

Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 16, No. 1, hal. 32-41, Semarang: Fakultas Ekonomi Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar,. Erlangga Jakarta. Terjemahan Dr. Gunawan Sumodiningrat, BPFE UGM, Yogyakarta,

Insukindro, dkk. 2004. Modul Ekonometrika Dasar. Yogyakarta: Bank Indonesia dan

FE UGM.

Kertonegoro, Sentanoe. 2001. Ekonomi Tenaga Kerja. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia: Jakarta.

Kuncoro, Haryo. 2002. “Upah Sistem Bagi Hasil dan P enyerapan Tenaga Kerja”, Jurnal

Ekonomi Pembangunan, Vol. 7, No. 1, hal. 45-56.

Kusumosuwidho, Sisdjiatmo. 1981. “Angkatan Kerja”, dalam Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. 5 ed. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mulyadi S. 2006. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


26






Pearce,  John  A.  dan  R.  B.  Robinson.  2008.        Manajemen  Strategis  –  Formulasi,

Implementasi dan Pengendalian. 10 ed. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Pramono, Agus. 2004. “Kapan Buruh Bisa Peroleh Hak Hidup Layak” Suara Merdeka, 25 Oktober 2004.

Siagian, Sondang P. 2002. Manajemen Stratejik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2 ed. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sitanggang, Ignatia R. dan Nachrowi D. N. 2004. “Pe ngaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. V, No. 01, hal. 103-133. Jakarta: Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEUI.

Situmorang, Boyke T. H. 2005. “Elastisitas Kesempat an Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Suku Bunga di Indonesia Tahun 1990-2003”, Makalah Falsafah Sains. Bogor: Pasca Sarjana IPB.

Sukirno, Sadono. 2005. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Suparmoko. 1998. Pengantar Ekonomika Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Tjictoherijanto, Prijono. 1990. “Upah Minimal dan S erikat Pekerja”, dalam          Ekonomi

Sumber    Daya    Manusia.     Jakarta:     Lembaga    Demografi     Fakultas     Ekonomi

Universitas Indonesia

Todaro, Michael P. Dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews 6. STIM YKPN: Yogyakarta

Zamrowi, M. Taufik. 2007. “Analisis Penyerapan Tena ga Kerja pada Industri Kecil”

Thesis Tidak Dipublikasikan, MIESP UNDIP: Semarang.








27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar